Tuesday, December 29, 2015

MISTERI SEORANG BRIMOB

MISTERI SEORANG BRIMOB

Dinginnya udara malam menyelimuti seluruh tubuhku, hitamnya langit yang dihiasi  taburan bintang dan cahaya redup bulan ditambah nyanyian jangkrik membuat indahnya suasana malam itu. Aku menuju teras rumah dengan membawa secangkir kopi. Aku duduk sambil mengaduk kopi itu. Pikiranku seakan mengikuti putaran sendok yang terus berputar mengaduk kopi itu. Aku merenung, berpikir, dan menghayalkan kisah menyedihkanku.
“Dasar bodoh, apapun yang kau lakukan, kau tidak akan pernah bisa menaklukkannya, apa kau tau siapa lawanmu ? dia seorang brimob” teriak temanku Muhammad.
Aku menjawab dengan lantang “saingan sesama siswa itu sudah biasa, yang luar biasa saingan dengan brimob. Melawan seorang brimob adalah tantangan yang berat, tapi semakin berat tantangan itu semakin besar pula semangatku. Aku akan berperang melawan brimob itu.  
Muhammad tertawa “hahaha kau menyukai wanita yang mempunyai kekasih seorang brimob, sebaiknya tidak usah bermimpi mendapatkan wanita itu”,  mendengar ocehan Muhammad, aku semakin bersemangat dan mengatakan “hidup di dunia hanya sekali, jangan habiskan waktu mu di dunia ini hanya dengan kegalauan yang membosankan. Berpetualanglah dan cari masalah agar hidupmu lebih berwarna”.
Aku tersadar dari hayalanku, tersenyum dan segera meneguk kopi yang pahit itu. Aku meletakkan cangkirku dengan keras,, parrrr!! “inilah kisahku Misteri Seorang Brimob“.
***
Siang itu udara di kelas panas sekali, terlihat semua siswa mulai gelisah menantikan indahnya bunyi bel tanda waktu pulang. Kriiiiiiiiingggg… bel pun berbunyi, semua siswa yang tadinya terlihat gelisah sekarang terlihat segar kembali. Dalam waktu singkat semua siswa telah meninggalkan sekolah kecuali aku dan temanku Muhammad. Aku dan Muhammad menuju kedepan kantor membuka internet untuk mengerjakan tugas. Aku sibuk mengutak-atik laptopku tanpa sengaja aku melihat dua orang cewek duduk di depan perpustakaan mereka adalah Zahra dan Diana. Zahra memang cantik, tapi yang paling aku suka dari Zahra adalah ekspresinya yang unik. Aku biasa memanggil Zahra dengan istilah kosong satu karena menurut aku Zahra adalah wanita nomor satu di sekolahku.
Terdengar irama sepatu sepertinya ada orang yang datang menghampiri kami. Aku melihat Bakri dan Oma mendekati kami.
“buat apa bos ?” tanya Bakri
“kami lagi kerja tugas, oea coba lihat di depan perpustakaan ada kosong satu tu”
Tanpa berpikir panjang, Bakri langsung berteriak memanggil Diana “Diana, sini dulu dek”
“kenapa kak ?”,
“sini dulu” Bakri kembali memanggil.
Dianapun mendekati kami. Tadinya aku ingin melarang Bakri memanggil Diana, tapi sudah terlambat Diana sudah berdiri dihadapan kami
“ada apa kak ?” tanya Diana
na panggilki’ Oma”
Oma langsung mengelak “eh Bakri, bukan aku yang panggil Diana, Rahmat tu yang panggil”
aku juga mengelak “ ehh bukan aku”
“kalau begitu tidak jadi” kata Oma
“tidak sopan tau panggil orang, terus orangnya datang langsung bilang tidak jadi” protes Diana
“begini, sampaikan saja salamnya Rahmat ke Zahra” kata Bakri
“siapa juga yang mau kirim salam,tidak ada” aku protes
“sampaikan saja, jangan dengarkan si Rahmat”
“tapi bukannya kak Rahmat uda punya GF, kok salam sama cewek lain? Kak Rahmat BF nya Rara kan ?” tanya Diana
aku menjawab “Rara siapa lagi, aku tidak punya GF”.

Diana kembali ke depan perpustakaan dan menyampaikan salamku. Entah kenapa aku tidak menghentikan Diana, mungkin karena aku memang malu-malu mau. Aku melihat dari kejauhan Diana berbicara dengan Zahra. Diana terlihat tertawa sedangkan Zahra tersenyum saja. Aku sedikit gugup dan berpikir kira-kira apa yang ada dipikiran Zahra.  

“Assalamualaikum, selamat siang bro !” sapa Yanis yang datang menghampiri kami,
“walaikumsalam, aih terlambatko bro silalona masselleng nana’e ko kosong satu
“ siapa yang ada buku paket fisikanya untuk kelas dua ?” tanya Yanis
“emangnya kenapa ?”
“Zahra mau pinjam buku paket fisika”
“Zahra pinjam bukuku aja, jangankan dipinjam, dia mau ambilpun ga apa-apa” jawabku
ok bos bukumu mo pale”.
Yanis langsung ke depan perpustakan mendekati Zahra. Aku hanya bisa melihat Yanis berbicara dengan Zahra dan Diana, entah apa yang mereka bicarakan, intinya aku hanya bisa melihat senyuman Zahra.

Kami kembali fokus mengerjakan tugas, setelah sibuk mengutak-atik laptop, aku kembali menoleh melihat ke depan perpustakaan, aku kaget melihat Rara juga ada di sana sedang berbicara dengan Zahra. Entah Rara datang dari mana, padahal aku baru saja kirim salam ke Zahra, kalau Rara tahu, aku harus siap-siap diputusin. Sebenarnya Rara memang GF ku, tapi kalau ada orang yang bertanya aku jawabnya berteman saja karena itu permintaan dari Rara sendiri. Rara itu benar-benar cewek yang tidak tahu membuat cowoknya senang. Aku saja selalu gelisah dibuatnya, tapi aku termasuk cowok yang setia, walaupun sering melirik cewek lain, aku selalu berusaha membuat Rara tersenyum setiap hari. Aku tahu kesabaran manusia ada batasnya, karena Rara terus  membuatku merasa gelisah, akhirnya aku mengakhiri hubunganku dengannya.
***
Setelah sampai di rumah aku langsung mencari buku pelajaran yang ingin dipinjam Zahra. Aku menemukan buku itu dalam keadaan berdebuh, maklumlah aku termasuk orang yang suka mengoleksi buku, tapi tidak pernah dibaca, hanya ditumpuk diatas lemari. Aku membersihkan dan membungkus buku itu menggunakan plastik dengan rapih. Disitulah bukti bahwa Zahra telah membuatku tertarik padanya. Anehnya, aku menggunakan buku itu selama dua semester dan tidak  pernah membungkusnya. Tapi ketika Zahra ingin meminjamnya, aku membungkusnya dengan rapih. Bahkan aku meminta temanku untuk mengukir namanya dibuku itu.

Hari demi hari berlalu aku terus berusaha meluluhkan hati Zahra dan mulai mendekatinya melalui facebook. Aku melihat statusnya “Ya Allah ,, gk kuaat !!! Nyut’nyutan nhii kepala” aku memberanikan diri mengomentari status itu.
“wah,, masih muda,, pintarmi skit kpala” komentarku.
“hehehe,, lohh. Emang cuman yg tua doank bza sakit kpala ???”
“iyalah,, biasanya yang sakit kepala itu ibu2 atw bapak2”
“hehehe.. pealajar juga wajar kok ka”
“plajar itu kalau galau wajar,, tpi kalau skit kpala ga wajarlah”
“mending skit kpala dehh dripada galau’galau-an”
“klu aku mending galau dripda skit kpala, soalx obat galau itu ckup dengan senyuman sedangkan skit kepala  harus minum obat”
“ahaa aqu sebaliknya ajj dhee”
“coba dipikir-pkir,, senyum baxk2 itu awet muda sedangkan minum obat baxk2 jdi pnyakit”
“hemm,, iyyhaa zhii ka”
“jadi pilih mana, galau atau skit kpala ?”
“hmm,, galau ajj dhe ka”

Aku selalu menyapa Zahra melalui facebook. Meskipun aku sering dicuekin, aku tetap semangat. Bahkan aku siap mengungkapkan perasaanku. Walaupun aku tahu  dia akan menolakku, aku tidak peduli karena bagiku ditolak bukanlah akhir melainkan awal dari perjuanganku. Aku mengisi peluru ke pistolku, mengarahkan tepat dihati Zahra dan siap menekan pemicunya. Tapi setelah mendengar info dari Riri temannya Zahra, dengan sangat terpaksa aku meletakkan pistolku dan membiarkan hati Zahra berlari meninggalkanku. Pembicaraanku dengan Riri sempat melumpuhkan semangatku.
“dengar-dengar udah end ya ma Rara ?” tanya Riri.
“ya, mungkin ga  jodoh” jawabku.
“cepat move on ya ka”
“aku uda move on kok, hahaha fokus sama kosong satu”
“siapa tu kosong satu ka ?”
“hehehe temanmu, Zahra”
“waduhh,, jangan de ka’, soalnya sudah ada yang punya”
“siapa ?”
“aku tidak tahu namanya, tapi kalau ga salah pekerjaannya seorang brimob”
“hahahaha” walaupun merasa kecewa aku tetap tertawa. Lucu juga, aku tidak pernah menyangkah pacarnya seorang brimob.

    Mendengar informasi bahwa Zahra sudah ada yang punya membuatku merasa terpukul. Aku terus berenang dalam lautan kegalauan. Aku berusaha untuk bersabar dan memutuskan untuk berhenti mendekatinya. Disaat aku menikmati sakitnya kesedihan, Oma datang membawa informasi baru.
“Rahmat, ada berita gembira” ucap Oma.
“berita apa lagi ?” tanyaku.
“aku dapat informasi bahwa kosong satu sudah berakhir dengan si brimob”
“kamu dapat informasi itu dari mana ?”
“tadi malam aku chat sama temannya, dia bilang kosong satu sudah lama berakhir dengan si brimob”
Di sisi lain, Yanis membawa informasi yang berbeda.
“Rahmat, sepertinya masih ada peluangmu mendapatkan Zahra” kata Yanis.
“kenapa bisa bos ?” tanyaku.
“tadi aku berbicara dengan Zahra, katanya dia tidak pernah pacaran dengan brimob, hanya saja dia pernah dekat dengan seorang brimob.

    Informasi yang disampaikan Oma dan Yanis sangat berdeba. Aku bangkit dan mengatakan “Oma dan Yanis, mulai sekarang kalian jangan mengurus urusanku dengan brimob’e. Kalian sudah banyak membantu. Sekarang giliranku yang bertindak secara langsung”. Aku mendekati Zahra dengan taktik yang sangat jituh. Taktik ini aku istilahkan “Lima Pertanyaan Pamungkas”. Dalam taktik ini, ada lima pertanyaan yang akan ku sampaikan ke Zahra. Pertanyaan itu aku sampaikan ketika aku diberi tugas oleh guru bahasa Indonesia untuk menulis cerpen. Aku ingin menuangkan kisah seorang Zahra di dalam cerpenku. 

    Jantung berdetak kencang, pikiran berputar-putar, dan hati terasa berat. Aku mendekati Zahra dengan sangat hati-hati dan menjalankan taktik “Lima Pertanyaan Pamungkas”. Aku menyapa Zahra melalui jejaring sosial dan berusaha membuatnya merasa nyaman.
Aku mulai dengan pertanyaan pertama “apakah boleh aku menceritakan tentang Zahra dicerpenku ?”
“boleh ka, tapi kenapa harus Zahra ? apa tidak ada tema yang lain ?” tanya Zahra.
“karena Zahra adalah kosong satu, aku mau cerpenku yang terbaik dan  menjadi nomor satu”
“yauda, boleh ka” ucap Zahra.
Aku lanjut ke pertanyaan kedua “apakah Zahra tidak merasa tersinggung jika diceritakan di dalam cerpenku ?”
“kalau tersunggung sih, pasti iya kak” jawab Zahra.
“kalau Zahra tersinggung, aku bisa kok ganti tema yang lain” ucapku.
“ga usah diganti kak, Zahra ga apa-apa kok”
Mendengar jawaban Zahra, aku lanjut ke pertanyaan ketiga “apakah si brimob tidak marah kalau dia juga diceritakan di cerpenku ?”
“sudah saya tanya orangnya kak, katanya sih tidak apa-apa” jawab Zahra.
Aku sedikit merasa lega, dari pertanyaan pertama sampai ketiga semua jawaban Zahra sesuai dengan apa yang aku harapkan. Aku sangat berharap pertanyaan keempat juga dijawab sesuai dengan apa yang aku harapkan karena pertanyaan keempat merupakan pertanyaan yang paling menentukan. Akupun mengajukan pertanyaan keempat
“apakah Zahra masih ada hubungan dengan si brimob ?”
“iya kak, bahkan aku masih kontekan sama dia” jawab Zahra.
Jawaban Zahra yang keempat ini sangat tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Sehingga dengan sangat terpaksa aku tidak bisa melanjutkan ke pertanyaan kelima yaitu pertanyaan yang paling pamungkas. Aku hanya bisa memendam pertanyaan kelima itu dan menyimpannya baik-baik dengan harapan aku bisa menanyakannya di lain hari.

    Walaupun saat ini Zahra masih bersama si brimob, aku akan terus berjuang. Aku akan bersaing secara sehat dengannya. Aku akan rajin belajar, meraih mimpi, dan menjadi orang yang sukses dan membuktikan aku lebih baik daripada si brimob.
 SEKIAN
JANGAN LUPA BACA LANJUTAN CERITA DI "MISTERI SEORANG BRIMOB 2"

Sunday, December 1, 2013

CERPEN MISTERI SEORANG BRIMOB 2


MISTERI SEORANG BRIMOB 2
Oleh Mustamin

            Malam ini tidak seperti malam-malam sebelumnya. Tidak ada bintang, tidak ada bulan dan tidak ada nyanyian jangkrik. Yang ada hanya nada angin dan irama hujan. Aku menuju teras rumah untuk menyaksikan bumi menangis. Hatiku seakan ikut menangis menikmati rasa sedih. Aku  duduk merenung, berpikir, dan menghayalkan kisah menyedihkanku.